Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku dan adat istiadat yang berbeda-beda. Namun semua perbedaan itu tidak menghilangkan rasa kesatuan yang ada dalam hati bangsanya.
Salah satu contohnya adalah suku Abui yang berada di pulau Alor kepulauan Nusa Tenggara Timur, tepatnya di desa Tapala. Dalam suku ini sebenarnya tidak berbeda dengan suku-suku yang lainnya. Namun yang menjadi cirri khas dari suku ini ialah mereka menjadikan jagung rebus sebagai makanan sehari-hari. Jagung rrebus ini biasa mereka sebut dengan fatmamal. Jagung rebus yang satu ini lain daripada yang lain karena mereka memasaknya dengan setengah matang. Semua itu dimaksudkan agar yang memakan jagung rebus lebih cepat kenyang dan dapat menahan lapar lebih lama. Menurut mereka dengan memasaknya stengah matang maka jagung tersebut dapat memberikan energi atau kekuatan bagi yang memakannya.
Suku Abui juga memiliki pakaian tradisional yang terbuat dari kain sejenis songket. Pakaian pria dan wanita memiliki namanya masing-masing. Untuk pakaian wanita disebut noang sedangkan untuk pakain pria disebut keng. Cara menggunakan pakaian ini sangat mudah karena hanya dililit saja.
Kegiatan sehari-hari suku Abui berburu babi bagi para pria dan mencari sayuran bagi para wanitanya. Bagi para pria yang akan berburu harus mencari babi ke atas bukit yang tinggi. Untuk mencapainya harus berjalan beberapa kilometer jauhnya. Sebelum berburu para pemburu membuat panah sendiri. Membuat anak panah untuk memburu babi melewati beberapa proses karena anak panah tersebut terbuat dari besi. Proses itu disebut kafok bai. Pada awalnya besi di panaskan di api lalu di pipihkan menggunakan palu setelah itu ujung yang satunya diruncingkan. Setelah anak panah siap digunakan barulah para pemburu memulai perjalanan. Berjalan beberapa kilometer bukanlah hal yang mudah setelah mendapatkan babinya pun tidak langsung dibunuh tapi digiring ke pantai terlebih dahulu. Tapi tidak semua babi yang ditemukan langsung dibunuh. Para warga suku Abui mempunyai rasa kepedulian terhadap binatang. Itu karena babi yang masih kecil tidak dibunuh namun dipelihara.
Selagi para pria berburu, para wanita pun tidak berdiam diri. Mereka mencari air dan sayuran untuk dijadikan makanan saat jam makan siang tiba. Sebelum mencari sayuran mereka mencari air disungai. Untuk mengambil air mereka menggunakan bambu yang sudah dibentuk atau yang mereka sebut yakaloi. Untuk mengambil sayuran mereka memiliki keranjang yang mereka bawa dengan cara dikaitkan dikepala seperti suku yang ada di Irian jaya. Keranjang itu memiliki nama goat yang memempunyai fungsi untuk tempat hasil sayuran yang didapatkan. Sayuran yang biasa dimakan adalah daun kelor. Atau yang biasa digunakan oleh masyarakat suku jawa untuk pengusir hantu atau pelindung rumah dari bahaya. Setelah hasil panen sayuran dirasa cukup, lalu para wanita mendatangi polapoka atau rumah yang dijadikan sebagai gudang penyimpanan bahan makanan. Kemudian mereka kembali kerumah untuk memasak sayuran agar ketika para pria yang sedang berburu pulang sudah dapat menyantap makanan yang dibuat para wanita.
Para wanita di suku Abui mempunyai kebiasaan membersihkan rambut dengan jeruk. Jeruk yang digunakan pun diambil langsung dari pohonnya. Bagi mereka jeruk dapat membuat rambut tampak indah dan sehat tanpa harus pergi ke salon kecantikan untuk perawatan. Maka dari itu disana tidak ada salon kecantikan.
Setelah seharian berburu dan mencari bahan makanan dikebun, masyarakat suku Abui beristirahat dirumah peristirahatan atau tofa. Rumah ini seperti rumah panggung namun dibagian bawahnya ada tempat tambahan. Karena dirumah tersebut pria dan wanitanya tidur secara terpisah. Wanita dibagian atas dan pria dibagian bawah.